Friday, November 10, 2017

Pahlawan terbentuk dari sebuah keadaan yang menuntutnya untuk berbuat lebih banyak daripada manusia kebanyakan. Berpikir bukan hanya untuk kejayaan diri sendiri. Tetapi memang untuk menghadiahkan kepada generasi selanjutnya keadaan yang lebih baik.
Keadaan pahlawan seharusnya bukan dijadikan untuk sekedar pengelu-eluan, penisbatan, apalagi hanya untuk dikenang. Para pahlawan sejati tak ingin keberadaan mereka hanya menjadi kenangan tanpa pemaknaan.

Mari kita maknai apa yang dilakukan Hasyim Asy'ari dahulu.
Mari kita maknai apa yang telah dilakukan Ahmad Dahlan hingga akhir hayatnya. Apakah kita yang saat ini melanjutkan perjalanan mereka benar-benar melanjutkan perjuangan mereka?
Kekaguman pada pahlawan seharusnya melahirkan perasaan yang mendalam kemudian mewujudkan perjuangan. Dan siap untuk menghadiahkan diri untuk kepentingan orang lain.

Mungkin kita perlu melihat bahwa kekaguman tanpa melahirkan perasaan dan tindakan yang akan melahirkan berhala baru bagi dunia. Kita perlu mengingat "Uzair adalah anak Allah". Ungkapan ini terlahir dari kekaguman yang merusak. Hingga hilanglah pemaknaan. Dan hanya akan melahirkan kesengsaraan. Apa pahlawan ingin berakhir seperti itu?

Pemaknaan kita akan pahlawan harus dipahamkan sehingga bisa menjadi pemantik semangat untuk berjuang. Sampai kapan? Entah sampai kapan.

Maka kekaguman pada pahlawan harus melahirkan kepahlawanan yang baru. Yang siap mengalir tanpa perlu arus. Bergerak tanpa perlu meminta dikenang. Berjalan tanpa perlu penghargaan.
Hingga sepi bukanlah lawan, siap bergerak dalam jangka panjang.
Biar ku tutup dengan sebuah syair.

Para pahlawan menghidupkan peradaban
Tertatih melangkah
Berkeringat
Berdarah
Cinta yang mendalam dalam hati
Kan melahirkan pengabdian yang abadi
Untuk diri sendiri?
Tidak!
Maka terlalu panjang kehidupan ini
Tahun-tahun bisa jadi tak berarti
Apa yang kita mau?
Pujian?
Tepuk tangan?
Pengahargaan?
Biarkan mereka semua menguap dalam kebaikan amal

- Untuk kalian semua para pahlawan sejati
Miqdad Ramadhan
10 November 2017


Wednesday, November 8, 2017

Apakah pejabat hebat? 

Apakah konglomerat hebat?

Apa Tuhan punya timbangan uang? 

Apa Tuhan punya alat ukur?

Apakah mata semua manusia duitan? 

Apakah manusia hanya melihat kuasa?

Apa semua pekerja kasar tak beradab? 

Apakah semua pejabat, konglomerat beretika?

Apakah aku harus belajar table manner?
Apa aku perlu harus pakai sendok dan garpu?
Apa salah temanku tak bisa menggunakan sumpit?

Apa aku harus berdasi?
Apa salah temanku tak bisa membeli jas?

Apakah perlu berbangga dengan membeli mobil?
Apa salah Bapak ku tak mampu membeli sepeda?

Seperti apakah menjadi hebat?

Kemudian aku melihat dia tersenyum dengan teduh. Dan menyampaikan nasihat.
"Manusia di nilai dari ketaqwaannya"




Sakhr menunggu dan siap untuk menjerit. Dzaqqum akan meracuni hingga tak ada yang bisa di dambakan lagi. Aku yakin nanah tak kan menghilangkan dahaga. Apalagi berharap cinta.
Tapi kita masih berdiri dengan sombongnya.



Manusia!
Adam dan Hawa tlah terusir.